1. Sadarilah emosi. Berpalinglah bentar dari pertengkaran mulut (mis: pergi keluar) dan perhatikan baik-baik aneka ragam emosional yang sedang dirasakan. Lalu tanyakan: apa yang kurasakan? Malu (karena teman lebih benar/baik), atau takut (ia lebih pandai dan makin lama makin marah), merasa lebih (karena merasa menang beberapa hal dari kawan dan sering ia mengakui)? Atau masih adakah emosi lainnya yang muncul?
2. Akuilah emosi. Perhatikan emosi yang terjadi pada saat itu agar tahu emosi apakah itu. Perkirakan berapa kuat emosi itu.
3. Selidikilah emosi! Bila benar-benar ingin tahu tentang diri sendiri, tanyakan mengapa kemarahan terjadi, bagaimana ia masuk dan dari mana asalnya. Telusurilah jejak asal emosi itu. Mungkin saat ini dapat menyingkap seluruh sangkut pautnya, namun mungkin akan dijumpai semacam rasa rendah diri yang belum pernah diakui keberadaannya.
4. Ungkapkanlah emosi. Apa adanya saja. Tanpa ada interpretasi, tanpa penilaian. Katakan: Ayo berhenti sebentar, merasa terlalu tegang, jangan-jangan akan mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak diinginkan untuk dikatakan. Dalam hal ini penting sekali untuk tidak menuduh atau memberikan penilaian dalam memberitahukan perasaan ini kepada teman. Pasti bukan kawan bicara yang salah, tapi dalam diri sendiri ada sesuatu hal yang kurang beres.
5. Integrasikan emosi. Setelah mendengarkan emosi, setelah menanyakan dan mengungkapkan, sekarang biarkan akal sehat menilai apa yang sebaiknya dilakukan. Katakan misalnya : mari mulai lagi, rupanya tadi terlampau ngotot, hingga tidak dapat mendengarkan dengan baik, ingin mendengar alasanmu lagi, kalo tidak keberatan diakhiri saja perdebatan ini, saat ini mudah tersinggung untuk membicarakan hal yang serius.