« Home | Pluto Bukan Planet Lagi » | Kesadaran Learning » | Renungan » | Keep Going! » | Sang Maha Tahu » | Semarang menangis.. » | Bukti Kuasa Illahi » | Secuil Kisah dari Pangandaran » | Ke Pangandaran » | Ekspedisi Bandung Selatan »

Permata Kehidupan

Cukup pantas rasanya melihat untaian produksi yang begitu panjang menjadikan batu permata sebagai perhiasan yang mahal dan bernilai tinggi dalam sejarah kehidupan manusia. Mulai dari pencariannya di alam terbuka oleh para pendulang, polesan, bakaran, hingga pemilihan motif dan materi pengikat batu mulia oleh para pengrajin hingga pengangkutan dan pemasaran batu-batu itu ke pembeli. Namun, selintas terbersit dalam pikiran; jika demikian sebuah permata bernila tingginya di mata manusia, lalu bagaimana dengan manusia itu sendiri? Si pengolah, penggagas, penikmat, dan tak jarang juga jadi hancurlebur akibat silau dengan keindahan batu-batu permata… adakah manusia mampu berkilau seindah batu permata yang dianggap mulia itu?
Manusia sesungguhnya diperlakukan sama sebagaimana para pengrajin permata memperlakukan bebatuan alam sebagai cikal permata. Bebatuan alam dipoles, digosok, dibakar, digerinda, dan diperlakukan berbagai macam proses dalam pembuatannya untuk menjadi sebuah batu permata yang indah. Sedangkan manusia, dalam kehidupan ini juga diperlakukan sama dalam kehidupannya oleh Sang Pencipta.
Kesulitan, kesenangan, kemudahan, cobaan, kemewahan, kesengsaraan, dan segala macam hal datang silih berganti dalam hidup manusia untuk menguji seberapa besar kualitas yang dimiliki oleh manusia tersebut. Dan rasanya sangat jelas hasilnya, bagaimana sebuah cahaya kehidupan bersinar diantara manusia-manusia yang teruji pada setiap keadaan. Pada pikiran yang terbuka hidup terasa adil pada setiap keadaan. Pada hati yang lapang kesulitan maupun kemudahan terasa tiada bedanya, keduanya sama. Dan pada yang mereka terpilih segalanya sama, damai di setiap kesempatan.
Dan semuanya kembali pada diri manusia itu sendiri sebagai cikal permata kehidupan ini, menjadi permata yang bersinar indah atau justru redup karena keadaan?

Selayang Pandang

  • Namaku Sony Kisyono
  • Asal Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
  • Lahir di Semarang 21 tahun yang lalu, bocah kecil itu kini sudah tumbuh dewasa. Berbekal ilmu yang didapatnya dari SD Sompok 02, SLTP 2, dan SMA 3 (semuanya di Semarang), sekarang ia merantau mencari ilmu & pengalaman di Bandung atau lebih tepatnya di Kampus Telekomunikasi Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Profil lengkap

Pesan Kesan

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x
Google Docs & Spreadsheets -- Web word processing and spreadsheets. Edit this page (if you have permission) | Report spam